Blog Archive

Powered by Blogger.
Monday, January 7, 2013

INTERAKSI OBAT ASMA

INTERAKSI OBAT ASMA
Disusun oleh : Sains dan Teknologi 2009
Shinta Sari Dewi
Ariyana
Efrata Citra Surbakti
Christian BP Tarigan
Kriston Nababan

A.    Pendahuluan
Asma atau bengek adalah suatu penyakit alergi yang bercirikan peradangan steril kronis yang disertai serangan napas akut secara berkala, mudah sengal-sengal dan batuk (dengan bunyi khas). Ciri lain adalah hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah pada malam hari dan meningkatnya ambang rangsang (hipereaktivitas) bronchi terhadap rangsangan alergis. Faktor-faktor genetis bersama faktor lingkungan berperan pada timbulnya gejala-gejala tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).


Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi di mana ukuran diameter jalan nafas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil. Selama serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernafas akibat bronkospasme, edema mukosa, dan pembentukan mukus. Terkadang inflamasi kronis menyebabkan perubahan ireversibel pada jalan nafas. Bila serangan akut mempunyai dasar alergi, sering digunakan istilah asma ekstrinsik. Bila tidak ada dasar alergi yang jelas untuk penyakit ini, disebut asma intrinsik (Neal, 2006).




Serangan asma dapat memiliki intensitas kuat atau lemah dan dapat menghilang untuk waktu yang lama sebelum timbul lagi. Serangan asma yang parah dapat menimbulkan kondisi yang disebut status asmatikus, yang ditandai oleh warna kulit kebiruan, nafas tersengal, dada menggembung dengan bahu terangkat, lemas, kebingungan dan kegelisahan, cemas dan takikardia (denyut jantung cepat). Tanda-tanda itu disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen ke dalam tubuh. Seorang pasien dalam status asmatikus harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif (anonim,2011).




Pemicu Asma
Serangan asma dapat dipicu oleh alergi atau non-alergi. Sebagian besar kasus asma dipicu oleh alergi (70-80%). Asma alergi disebabkan oleh reaksi autoimun yang berlebihan. Alergi terhadap bulu hewan, tungau, debu, udara dingin, atau serbuk sari dapat memicu serangan asma. Pada 20-30% kasus lainnya, serangan asma dipicu oleh reaksi non-alergi dan disebut asma intrinsik. Asma jenis ini tidak melibatkan sistem imun tubuh dan biasanya dimulai di usia dewasa. Olahraga, asap rokok, parfum, asap knalpot, kabut, makanan, stress, infeksi pernapasan (seperti flu dan pilek) dan obat-obatan tertentu dapat memicu serangan asma intrinsik (anonim,2011).
Asma memengaruhi segala usia dan merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum. Asma alergik lebih umum diusia anak-anak, dan umumnya menghilang diusia dewasa. Asma secara umum lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, kecuali di usia muda, yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan (anonim,2011).



Penyebab
Penyebab asma tidak diketahui. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan turut berperan dalam perkembangan penyakit tersebut. Beberapa hal berikut dapat meningkatkan risiko Anda memiliki asma:



·     Riwayat keluarga. Jika salah satu orangtua Anda memiliki asma atau alergi rhinitis, ada 50% kemungkinan Anda mendapatkan asma. Jika kedua orang tua Anda memilikinya, kemungkinannya meningkat menjadi 75%.
·     Polusi udara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang tinggal di dekat jalan raya utama dan tempat tercemar lainnya lebih berisiko mendapatkan asma.
·       Pekerjaan tertentu. Sekitar 10% penderita asma mendapatkannya dari pekerjaan. Kondisi ini disebut asma kerja. Beberapa contohnya antara lain:
o   Pekerja laboratorium bisa mendapatkan asma dari binatang laboratorium (tikus dan kelinci percobaan).
o   Pelukis bisa mendapatkan asma dari zat isosianat dalam semprot.
o   Petugas kebersihan bisa mendapatkan asma dari butir debu.
o   Pemroses kepiting bisa mendapatkan asma dari debu kepiting.
o   Memiliki ibu atau ayah merokok saat Anda masih dalam kandungan (anonim,2011).



Patogenesi
Serangan asma terjadi karena adanya gangguan pada aliran udara akibat penyempitan pada saluran napas atau bronkiolus. Penyempitan tersebut sebagai akibat adanya arteriosklerosis atau penebalan dinding bronkiolus, disertai dengan peningkatan ekskresi mukus atau lumen kental yang mengisi bronkiolus, akibatnya udara yang masuk akan tertahan di paru-paru sehingga pada saat ekspirasi udara dari paru-paru sulit dikeluarkan, sehingga otot polos akan berkontraksi dan terjadi peningkatan tekanan saat bernapas. Karena tekanan pada saluran napas tinggi khususnya pada saat ekspirasi, maka dinding bronkiolus tertarik kedalam (mengerut) sehingga diameter bronkiolus semakin kecil atau sempit, dapat dilihat seperti pada Gambar. (Cunningham, 2003).







Berdasarkan Gambar diatas asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik, eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea (pernapasan sulit atau menyakitkan; sesak napas). Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest (dada berbentuk tong). Dada tong adalah akibat pembesaran volume paru karena obstruksi aliran udara (Damgraad, 2000).





       B.    Pembagian Obat-Obatan dan Mekanisme Kerja Obat
Berdasarkan mekanismenya,  kerja  obat – obat asma dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu :
a.Antialergika
Adalah zat – zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat.
Kromoglikat merupakan obat profilaksis dan tidak mempunyai kegunaan pada serangan akut. Kromoglikat mempunyai aksi antiinflamasi pada beberapa pasien (terutama anak-anak), tetapi tidak mungkin memperkirakan pasien mana yang akan mendapatkan manfaatnya. Kromoglikat harus diberikan secara teratur dan bisa membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum timbul efek yang menguntungkan. mekanisme kerja kromoglikat tidak jelas. kromoglikat mungkin bekerja dengan menurunkan sensitivitas saraf sensoris bronkus, menghilangkan refleks lokal yang menstimulasi inflamasi .
b. Bronchodilator
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga memberikan efek bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :
Adrenergika
Khususnya β-2 simpatomimetika (β-2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap reseptor β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1 (stimulasi jantung). Aktivitas adrenoseptor β merelaksasikan otot polos melalui peningkatan cAMP intraselular yang mengaktivasi suatu protein kinase. Kelompok β-2-mimetik seperti Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin, dan lain-lain.
Antikolinergika (Oksifenonium, Tiazinamium dan Ipratropium)
Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Bila reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi dominan, segingga terjadi penciutan bronchi.  Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek bronchodilatasi.
Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi, sukar kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian inhalasi.
Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin dan Kolinteofinilat)
Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase dan meningkatkan kadar cAMP selular. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengingkatan hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.
c. Antihistamin (Loratadin, cetirizin, fexofenadin)
Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif. Antagonis yang mblok reseptor histamin H1 digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria, ruam akibat sensitivitas terhadap obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan serangga.
d. Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)
Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor β-2, melawan efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada serangan asma akibat infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama hendaknya dihindari, berhubung efek sampingnya, yaitu osteoporosis, borok lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping  dapat dikurangi dengan pemberian inhalasi.
e. Ekspektoransia (KI, NH4Cl, Bromheksin, Asetilsistein)
Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran napas sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya terhadap mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas lendir berkurang.

      C.    Tabel Interaksi Obat



H


    INTERAKSI OBAT VS MAKANAN
NO
OBAT
MAKANAN
INTERAKSI
EFEK
1
Teofilin
Kopi
 Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita asma. Akibatnya: mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak teofilin disertai gejala mual, pusing, sakit kepala, mudah tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak teratur, dan mungkin terjadi serangan .
Sinergis
2
Aminofilin
Coklat
Sinergis
3
Difilin
     Kola dan Minuman Ringan
Sinergis
4
Epinefrin
Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L)
Efek obat asma dapat meningkat.
Sinergis
5
Epinefrin
Asam Jawa (Tamarindus indica,Linn.)
Efek obat asma dapat meningkat.
Sinergis

D.     Contoh Obat di Pasaran


AMINOPHYLLINE 200 MG INF
KANDUNGAN :
Tiap tablet mengandung aminofilina 200 mg.
CARA KERJA :
Aminofilina merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek bronkodilator dengan jalan melemaskan otot polos bronkus
INDIKASI :
Untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.
DOSIS :
Dewasa : 1 tablet 3 kali sehari. Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ tablet 3 kali sehari.
Atau menurut petunjuk dokter.
EFEK SAMPING :
Gastrointestinal, misalnya : mual, muntah, diare, Susunan saraf pusat, misalnya : sakit kepala, insomnia, Kardiovaskuler, misalnya : palpitasi, takikardi, aritmia, ventrikuler, Pernafasan, misalnya : tachypnea, Rash, hiperglikemia.
KONTRA INDIKASI :
Hipersensitif terhadap aminofilina atau komponen obat, Penderita tukak lambung, diabetes.
INTERAKSI OBAT :
Hindari pemberian bersamaan dengan beta-blocker (seperti propranolol) karena dapat menyebabkan bronkospasma, Jangan diberikan bersamaan dengan preparat xantin yang lain, Simetidin, siprofloksasin, klaritromisin, norfloksasin, eritromisin, troleandomisin, dan kontrasepsi oral dapat meningkatkan konsentrasi   plasma teofilin, Rifampisin, verapamil, diltiazem menurunkan konsentrasi plasma teofilin.
CARA PENYIMPANAN :
Simpan dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar (25 - 30°C), terlindung dari cahaya.
PERHATIAN :
Bila belum pernah menggunakan obat ini agar konsultasikan dahulu dengan dokter untuk memastikan bahwa penderita menderita asma, Hati-hati pada penderita hipoksemia (kekurangan oksigen dalam darah), hipertensi, atau penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung, Dapat mengiritasi saluran pencernaan, Hati-hati pemberian pada wanita hamil, menyusui dan anak-anak, Jangan melampaui dosis yang dianjurkan dan bila dalam waktu 1 jam gejala-gejalanya masih tetap atau bertambah buruk, agar menghubungi Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat, Hati-hati pemberian pada penderita kerusakan fungsi hati, penderita di atas usia 55 tahun terutama pria dan pada penderita penyakit paru-paru kronik, Hentikan penggunaan obat ini jika terjadi jantung berdebar-debar.
KEMASAN & NO REG. :
Kemasan      :    Btl 1000No.
Registrasi     :    GKL8920905710A1
PABRIK :
Indofarma



A L U P E N T ®
Orciprenaline sulfate
KOMPOSISI:
1 tablet mengandung Orciprenaline sulfate 20 mg.
KHASIAT:
Orciprenaline sulfate adalah suatu perangsang reseptor beta adrenergik yang kuat. Tempat-tempat reseptor di dalam bronkus dan bronkiolus lebih sensitif terhadap obat ini daripada tempat reseptor di dalam jantung dan pembuluh darah sehingga rasio efek bronkodilatasi terhadap efek kardiovaskuler menguntungkan.
ALUPENT mengurangi bronkospasme reversibel yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit paru-paru bronkitis kronis, emfisema paru-paru, asma bronkial, silikosis, tuberkulosis, dan sarkoidosis; pengurangan obstruksi saluran pernapasan ini dapat menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh bronkospasme.
Efek bronkodilatasi ALUPENT pada pemberian secara oral dan inhalasi sudah dibuktikan dengan penelitian fungsi paru-paru (dengan spirometri dan pengukuran tahanan saluran pernapasan dengan "body plethysmography"). Pemberian ALUPENT secara inhalasi mempunyai mula kerja yang cepat, sedangkan pemberian per oral mempunyai mula kerja 30 menit. Efek bronkodilatasi maksimal biasanya terjadi dalam waktu 60-90 menit dan bertahan selama 3-6 jam.
INDIKASI:
Asma bronkial dan bronkospasme reversibel yang dapat di-jumpai pada bronkitis kronis dan emfisema paru-paru, termasuk pula bronkospasme yang disebabkan pemakaian obat penghambat reseptor-fi. Preparat untuk pendukung terapi adalah antibiotika, sekretomukolitik, kortikosteroid dan dinatrium kromoglikat.
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN:
Dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Jika tidak ada petunjuk lain dari dokter, dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
PEMBERIAN PER ORAL :
Untuk terapi jangka panjang asma bronkial dan penyakit bronkopulmoneryangdisertai dengan bronkospasme:
petunjuk dokter. Hal ini tidak berlaku untuk bronkodilator antikolinergik. Pasien yang sedang atau baru saja diterapi dengan penghambat MAO, dan akan diberi ALUPENT, perlu diawasi secara khusus.
ALUPENT dapat diberikan pada tiga bulan pertama kehamilan hanya atas petunjuk dokter. Perhatian yang sama berlaku saat sebelum melahirkan, karena zat aktif ALUPENT mempunyai efek tokolitik.
EFEK SAMPING:
ALUPENT ditoleransi dengan baik jika diberikan sesuai dengan petunjuk dan dosis yang dianjurkan. Efek samping seperti palpitasi, kegelisahan dan tremor pada jari tangan dapat terjadi; pada kasus-kasus yang tersendiri pernah ditemukan terjadinya kemerahan kulit yang tiba-tiba (flushing), sakit kepala, rasa tertekan di dada, gangguan tidur, mual, gangguan ventrikel atau angina pektoris dan reaksi alergi kulit.
KONTRA-INDIKASI:
Hipertiroidisme, stenosis aorta subvalvular, takiaritmia.
INTERAKSI OBAT:
Obat penghambat reseptor beta menetralkan efek ALUPENT.
KELEBIHAN DOSIS :
Geiala-gejala:
Dapat terjadi kemerahan kulit.secara tiba-tiba (flushing), tremor jari-jari tangan, mual, nadi bertambah cepat, tekanan darah sistolik meningkat, tekanan darah diastolik menurun, rasa tertekan di dada, eksitasi, dan mungkin ekstrasistol.
Terapi:
Kuras lambung untuk mengeluarkan sisa-sisa obat. Pemberian sedatif, obat penenang, terapi intensif pada kasus-kasus berat. Obat penghambat reseptor-fi cocok untuk dipakai sebagai antidotum spesifik, tetapi kemungkinan bertambah beratnya obstruksi bronkial perlu diperhitungkan, dan dosisnya harus disesuaikan dengan teliti pada pasien yang menderita asma bronkial.
PERHATIAN:
Pemakaian ALUPENT oral pada pasien dengan infark miokard baru dan/atau kelainan jantung organik yang berat atau kelainan vaskuler terutama dalam dosis yang melebihi dosis yang dianjurkan hanya dapat diberikan atas petunjuk dokter. Seperti pada obat simpatomimetik lainnya, ALUPENT harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan hipertensi, penyakit arteri koroner, kegagalan jantung kongestif dan diabetes. Terutama diperhatikan pada penderita diabetes tidak stabil. Obat bronkodilator simpatomimetik lainnya sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan ALUPENT kecuali atas
KEMASAN:
Tablet 20 mg
Dus berisi 10 strip @ 10 tablet
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh:
PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA
Bogor, Indonesia
Dengan lisensi dari:
BOEHRINGER INGELHEIM INTERNATIONAL GMBH
Ingelheim am Rhein
JERMAN
No.Reg. DKL0133700910A1
71039/0501
Simpan pada suhu 25-30°C, dalam wadah tertutup rapat. Simpan di tempat yang aman, jauhkan dari jangkauan anak-anak.




AMBROXOL
KOMPOSISI :
Tiap tablet mengandung Ambroxol 30 mg
INDIKASI :
Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran napas akut dan kronis khususnya pada eksaserbasi bronkitis kronis, bronkitis asmatik, dan asma bronkial
KEMASAN & NO REG. :
10 strip @ 10 tablet, GKL 0407115510A1
PABRIK :
FIRST MEDIPHARMA




ACCOLATE
GENERIK :
Zafirlukast.
INDIKASI :
Pencegahan & pengobatan jangka panjang asma pada orang dewasa & anak-anak yang berusia 12 tahun ke atas.
KONTRA INDIKASI :
Riwayat gangguan ginjal dengan tingkat keparahan sedang atau berat, gangguan hati atau sirosis, Anak berusia kurang dari 12 tahun, Aspirin, Eritromisin.
PERHATIAN :
Kehamilan, menyusui dan Pasien berusia diatas 65 tahun.
EFEK SAMPING :
Sakit kepala, gangguan pencernaan, memar, kelainan perdarahan, reaksi hipersensitif.
KEMASAN :
Tablet 20 mg x 2 x 14 biji.
DOSIS :
2 kali sehari 20 mg.




ASMASOLON
KOMPOSISI :
Efedrin HCl..................... 12,5 mg
Teofilin anhidrat................ 130 mg
INDIKASI :
Asma bronkhial, bronkhitis asmatik, bronkhitis kronis dengan emfisema, bronkhospasme emfisematosa, asma akibat rinitis alergi.
KONTRA INDIKASI :
Hipertiroidisme, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular (jantung danpembuluh darah), glaukoma sudut tertutup, pembesaran prostat, Ulkus peptikum, Penggunaan bersama dengan MAOI (penghambat mono amin oksidase), Pasien dengan hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah yang menurun), gangguan ginjal dan hati, Kehamilan, menyusui, Anak-anak & lansia.
INTERAKSI OBAT  :
efek Efedrin dihilangkan oleh Guanetidin, Metildopa, Reserpin, efek yang menekan efek Asmasolon dipertinggi oleh obat-obat penghambat mono amin oksidase, Xantin dapat meningkatkan rangsangan pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh simpatomimetik dan ekskresi Lithium dan Fenitoin, Xantin dan ß-bloker saling mengantagonis.
EFEK SAMPING :
Mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia (sulit tidur), berdebar, takhikardia, aritmia ventrikular.
KEMASAN :
Tablet 25 x 4 biji.
DOSIS :
• Dewasa    : 3-4 kali sehari 1-2 tablet.
• Anak-anak : ½-1 tab sampai dengan 2 kali sehari.
PABRIK :
Probus

E.     Daftar Pustaka
Anonim. (2011). Sekilas Tentang Penyakit Asma. Diakses : 9 Desember 2012. http://majalahkesehatan.com/sekilas-tentang-penyakit-asma/
Cunningham, Gary. 2003. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw-Hill Companies : USA.
Harkness, Richard. (1989). Interaksi Obat. Penerjemah : Goeswin Agoes dan Mathilda B. Widianto. Bandung : Penerbit ITB. Hal.31-39.
Neal, M.J. (2006). At a Glance : Farmakologi Medis. Edisi kelima, Penerjemah : Juwalita Surapsari. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal. 28-29.
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal.638-639.

0 comments: