Monday, January 7, 2013
INTERAKSI OBAT ASMA
INTERAKSI
OBAT ASMA
Disusun
oleh : Sains dan Teknologi 2009
Shinta Sari Dewi
Ariyana
Efrata Citra Surbakti
Christian BP Tarigan
Kriston Nababan
A. Pendahuluan
Asma
atau bengek adalah suatu penyakit alergi yang bercirikan peradangan steril
kronis yang disertai serangan napas akut secara berkala, mudah sengal-sengal
dan batuk (dengan bunyi khas). Ciri lain adalah hipersekresi dahak yang
biasanya lebih parah pada malam hari dan meningkatnya ambang rangsang
(hipereaktivitas) bronchi terhadap rangsangan alergis. Faktor-faktor genetis
bersama faktor lingkungan berperan pada timbulnya gejala-gejala tersebut (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Asma
bronkial merupakan penyakit inflamasi di mana ukuran diameter jalan nafas
menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil. Selama serangan pasien
mengalami mengi dan kesulitan bernafas akibat bronkospasme, edema mukosa, dan
pembentukan mukus. Terkadang inflamasi kronis menyebabkan perubahan ireversibel
pada jalan nafas. Bila serangan akut mempunyai dasar alergi, sering digunakan
istilah asma ekstrinsik. Bila tidak ada dasar alergi yang jelas untuk penyakit
ini, disebut asma intrinsik (Neal, 2006).
Serangan
asma dapat memiliki intensitas kuat atau lemah dan dapat menghilang untuk waktu
yang lama sebelum timbul lagi. Serangan asma yang parah dapat menimbulkan
kondisi yang disebut status asmatikus, yang ditandai oleh warna kulit kebiruan,
nafas tersengal, dada menggembung dengan bahu terangkat, lemas, kebingungan dan
kegelisahan, cemas dan takikardia (denyut jantung cepat). Tanda-tanda itu
disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen ke dalam tubuh. Seorang pasien dalam
status asmatikus harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan intensif (anonim,2011).
Pemicu Asma
Serangan
asma dapat dipicu oleh alergi atau non-alergi. Sebagian besar kasus asma dipicu
oleh alergi (70-80%). Asma alergi disebabkan oleh reaksi autoimun yang
berlebihan. Alergi terhadap bulu hewan, tungau, debu, udara dingin, atau serbuk
sari dapat memicu serangan asma. Pada 20-30% kasus lainnya, serangan asma
dipicu oleh reaksi non-alergi dan disebut asma intrinsik. Asma jenis ini tidak
melibatkan sistem imun tubuh dan biasanya dimulai di usia dewasa. Olahraga,
asap rokok, parfum, asap knalpot, kabut, makanan, stress, infeksi pernapasan
(seperti flu dan pilek) dan obat-obatan tertentu dapat memicu serangan asma
intrinsik (anonim,2011).
Asma
memengaruhi segala usia dan merupakan salah satu penyakit kronis yang paling
umum. Asma alergik lebih umum diusia anak-anak, dan umumnya menghilang diusia
dewasa. Asma secara umum lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki, kecuali di usia muda, yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan (anonim,2011).
Penyebab
Penyebab
asma tidak diketahui. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan turut berperan
dalam perkembangan penyakit tersebut. Beberapa hal berikut dapat meningkatkan
risiko Anda memiliki asma:
· Riwayat keluarga. Jika salah satu
orangtua Anda memiliki asma atau alergi rhinitis, ada 50% kemungkinan Anda
mendapatkan asma. Jika kedua orang tua Anda memilikinya, kemungkinannya
meningkat menjadi 75%.
· Polusi udara. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa orang yang tinggal di dekat jalan raya utama dan tempat
tercemar lainnya lebih berisiko mendapatkan asma.
· Pekerjaan tertentu. Sekitar 10%
penderita asma mendapatkannya dari pekerjaan. Kondisi ini disebut asma kerja.
Beberapa contohnya antara lain:
o
Pekerja laboratorium bisa mendapatkan
asma dari binatang laboratorium (tikus dan kelinci percobaan).
o
Pelukis bisa mendapatkan asma dari zat
isosianat dalam semprot.
o
Petugas kebersihan bisa mendapatkan asma
dari butir debu.
o
Pemroses kepiting bisa mendapatkan asma
dari debu kepiting.
o
Memiliki ibu atau ayah merokok saat Anda
masih dalam kandungan (anonim,2011).
Patogenesi
Serangan
asma terjadi karena adanya gangguan pada aliran udara akibat penyempitan pada
saluran napas atau bronkiolus. Penyempitan tersebut sebagai akibat adanya
arteriosklerosis atau penebalan dinding bronkiolus, disertai dengan peningkatan
ekskresi mukus atau lumen kental yang mengisi bronkiolus, akibatnya udara yang
masuk akan tertahan di paru-paru sehingga pada saat ekspirasi udara dari
paru-paru sulit dikeluarkan, sehingga otot polos akan berkontraksi dan terjadi
peningkatan tekanan saat bernapas. Karena tekanan pada saluran napas tinggi
khususnya pada saat ekspirasi, maka dinding bronkiolus tertarik kedalam
(mengerut) sehingga diameter bronkiolus semakin kecil atau sempit, dapat
dilihat seperti pada Gambar. (Cunningham, 2003).
Berdasarkan
Gambar diatas asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos
bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang
timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody
Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik, eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea (pernapasan sulit atau menyakitkan;
sesak napas). Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest (dada berbentuk tong). Dada
tong adalah akibat pembesaran volume paru karena obstruksi aliran udara
(Damgraad, 2000).
B.
Pembagian Obat-Obatan dan Mekanisme Kerja Obat
Berdasarkan
mekanismenya, kerja obat – obat asma dapat dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
a.Antialergika
Adalah
zat – zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan melepaskan
histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat.
Kromoglikat
merupakan obat profilaksis dan tidak mempunyai kegunaan pada serangan akut.
Kromoglikat mempunyai aksi antiinflamasi pada beberapa pasien (terutama
anak-anak), tetapi tidak mungkin memperkirakan pasien mana yang akan
mendapatkan manfaatnya. Kromoglikat harus diberikan secara teratur dan bisa
membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum timbul efek yang menguntungkan.
mekanisme kerja kromoglikat tidak jelas. kromoglikat mungkin bekerja dengan
menurunkan sensitivitas saraf sensoris bronkus, menghilangkan refleks lokal
yang menstimulasi inflamasi .
b. Bronchodilator
Mekanisme
kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga memberikan efek
bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :
Adrenergika
Khususnya
β-2 simpatomimetika (β-2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap reseptor
β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1 (stimulasi
jantung). Aktivitas adrenoseptor β merelaksasikan otot polos melalui
peningkatan cAMP intraselular yang mengaktivasi suatu protein kinase. Kelompok
β-2-mimetik seperti Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol
dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah
Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin, dan lain-lain.
Antikolinergika (Oksifenonium,
Tiazinamium dan Ipratropium)
Dalam
otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Bila
reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi
dominan, segingga terjadi penciutan bronchi.
Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada otot
polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek
bronchodilatasi.
Efek
samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi, sukar
kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian
inhalasi.
Derivat xantin (Teofilin,
Aminofilin dan Kolinteofinilat)
Mempunyai
daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase dan
meningkatkan kadar cAMP selular. Selain itu, Teofilin juga mencegah
pengingkatan hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.
c. Antihistamin (Loratadin,
cetirizin, fexofenadin)
Obat
ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak
antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif. Antagonis yang mblok
reseptor histamin H1 digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria,
ruam akibat sensitivitas terhadap obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan
serangga.
d. Kortikosteroida (Hidrokortison,
Prednison, Deksametason, Betametason)
Daya
bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor β-2, melawan efek
mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada serangan asma
akibat infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama hendaknya dihindari,
berhubung efek sampingnya, yaitu osteoporosis, borok lambung, hipertensi dan
diabetes. Efek samping dapat dikurangi
dengan pemberian inhalasi.
e. Ekspektoransia (KI, NH4Cl,
Bromheksin, Asetilsistein)
Efeknya
mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini
berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.
Mekanisme
kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran napas
sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya
terhadap mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas
lendir berkurang.
C.
Tabel Interaksi
Obat
D. Contoh Obat di Pasaran
H
INTERAKSI OBAT VS MAKANAN
NO
|
OBAT
|
MAKANAN
|
INTERAKSI
|
EFEK
|
1
|
Teofilin
|
Kopi
|
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma melebarkan jalan udara dan memudahkan
pernapasan penderita asma. Akibatnya: mungkin terjadi efek samping merugikan
karena terlalu banyak teofilin disertai gejala mual, pusing, sakit kepala,
mudah tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak
teratur, dan mungkin terjadi serangan .
|
Sinergis
|
2
|
Aminofilin
|
Coklat
|
Sinergis
|
|
3
|
Difilin
|
Kola dan Minuman Ringan
|
Sinergis
|
|
4
|
Epinefrin
|
Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa sinensis L)
|
Efek
obat asma dapat meningkat.
|
Sinergis
|
5
|
Epinefrin
|
Asam Jawa (Tamarindus
indica,Linn.)
|
Efek
obat asma dapat meningkat.
|
Sinergis
|
D. Contoh Obat di Pasaran
AMINOPHYLLINE 200 MG INF
KANDUNGAN :
Tiap
tablet mengandung aminofilina 200 mg.
CARA KERJA :
Aminofilina
merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek bronkodilator dengan jalan
melemaskan otot polos bronkus
INDIKASI :
Untuk
meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.
DOSIS :
Dewasa
: 1 tablet 3 kali sehari. Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ tablet 3 kali sehari.
Atau
menurut petunjuk dokter.
EFEK SAMPING :
Gastrointestinal,
misalnya : mual, muntah, diare, Susunan saraf pusat, misalnya : sakit kepala,
insomnia, Kardiovaskuler, misalnya : palpitasi, takikardi, aritmia, ventrikuler,
Pernafasan, misalnya : tachypnea, Rash, hiperglikemia.
KONTRA INDIKASI :
Hipersensitif
terhadap aminofilina atau komponen obat, Penderita tukak lambung, diabetes.
INTERAKSI OBAT :
Hindari
pemberian bersamaan dengan beta-blocker (seperti propranolol) karena dapat
menyebabkan bronkospasma, Jangan diberikan bersamaan dengan preparat xantin
yang lain, Simetidin, siprofloksasin, klaritromisin, norfloksasin, eritromisin,
troleandomisin, dan kontrasepsi oral dapat meningkatkan konsentrasi plasma teofilin, Rifampisin, verapamil,
diltiazem menurunkan konsentrasi plasma teofilin.
CARA PENYIMPANAN :
Simpan
dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar (25 - 30°C), terlindung dari
cahaya.
PERHATIAN :
Bila
belum pernah menggunakan obat ini agar konsultasikan dahulu dengan dokter untuk
memastikan bahwa penderita menderita asma, Hati-hati pada penderita hipoksemia
(kekurangan oksigen dalam darah), hipertensi, atau penderita yang mempunyai
riwayat tukak lambung, Dapat mengiritasi saluran pencernaan, Hati-hati
pemberian pada wanita hamil, menyusui dan anak-anak, Jangan melampaui dosis
yang dianjurkan dan bila dalam waktu 1 jam gejala-gejalanya masih tetap atau
bertambah buruk, agar menghubungi Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat, Hati-hati
pemberian pada penderita kerusakan fungsi hati, penderita di atas usia 55 tahun
terutama pria dan pada penderita penyakit paru-paru kronik, Hentikan penggunaan
obat ini jika terjadi jantung berdebar-debar.
KEMASAN & NO REG. :
Kemasan :
Btl 1000No.
Registrasi :
GKL8920905710A1
PABRIK :
Indofarma
A L U P E N T ®
Orciprenaline sulfate
KOMPOSISI:
1
tablet mengandung Orciprenaline sulfate 20 mg.
KHASIAT:
Orciprenaline
sulfate adalah suatu perangsang reseptor beta adrenergik yang kuat.
Tempat-tempat reseptor di dalam bronkus dan bronkiolus lebih sensitif terhadap
obat ini daripada tempat reseptor di dalam jantung dan pembuluh darah sehingga
rasio efek bronkodilatasi terhadap efek kardiovaskuler menguntungkan.
ALUPENT
mengurangi bronkospasme reversibel yang berhubungan dengan berbagai macam
penyakit paru-paru bronkitis kronis, emfisema paru-paru, asma bronkial,
silikosis, tuberkulosis, dan sarkoidosis; pengurangan obstruksi saluran
pernapasan ini dapat menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh
bronkospasme.
Efek
bronkodilatasi ALUPENT pada pemberian secara oral dan inhalasi sudah dibuktikan
dengan penelitian fungsi paru-paru (dengan spirometri dan pengukuran tahanan
saluran pernapasan dengan "body plethysmography"). Pemberian ALUPENT
secara inhalasi mempunyai mula kerja yang cepat, sedangkan pemberian per oral
mempunyai mula kerja 30 menit. Efek bronkodilatasi maksimal biasanya terjadi
dalam waktu 60-90 menit dan bertahan selama 3-6 jam.
INDIKASI:
Asma
bronkial dan bronkospasme reversibel yang dapat di-jumpai pada bronkitis kronis
dan emfisema paru-paru, termasuk pula bronkospasme yang disebabkan pemakaian
obat penghambat reseptor-fi. Preparat untuk pendukung terapi adalah
antibiotika, sekretomukolitik, kortikosteroid dan dinatrium kromoglikat.
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN:
Dosis
harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Jika tidak ada petunjuk lain dari
dokter, dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
PEMBERIAN PER ORAL :
Untuk
terapi jangka panjang asma bronkial dan penyakit bronkopulmoneryangdisertai
dengan bronkospasme:
petunjuk
dokter. Hal ini tidak berlaku untuk bronkodilator antikolinergik. Pasien yang
sedang atau baru saja diterapi dengan penghambat MAO, dan akan diberi ALUPENT,
perlu diawasi secara khusus.
ALUPENT
dapat diberikan pada tiga bulan pertama kehamilan hanya atas petunjuk dokter.
Perhatian yang sama berlaku saat sebelum melahirkan, karena zat aktif ALUPENT
mempunyai efek tokolitik.
EFEK SAMPING:
ALUPENT
ditoleransi dengan baik jika diberikan sesuai dengan petunjuk dan dosis yang
dianjurkan. Efek samping seperti palpitasi, kegelisahan dan tremor pada jari
tangan dapat terjadi; pada kasus-kasus yang tersendiri pernah ditemukan
terjadinya kemerahan kulit yang tiba-tiba (flushing), sakit kepala, rasa
tertekan di dada, gangguan tidur, mual, gangguan ventrikel atau angina pektoris
dan reaksi alergi kulit.
KONTRA-INDIKASI:
Hipertiroidisme,
stenosis aorta subvalvular, takiaritmia.
INTERAKSI OBAT:
Obat
penghambat reseptor beta menetralkan efek ALUPENT.
KELEBIHAN DOSIS :
Geiala-gejala:
Dapat
terjadi kemerahan kulit.secara tiba-tiba (flushing), tremor jari-jari tangan,
mual, nadi bertambah cepat, tekanan darah sistolik meningkat, tekanan darah
diastolik menurun, rasa tertekan di dada, eksitasi, dan mungkin ekstrasistol.
Terapi:
Kuras
lambung untuk mengeluarkan sisa-sisa obat. Pemberian sedatif, obat penenang,
terapi intensif pada kasus-kasus berat. Obat penghambat reseptor-fi cocok untuk
dipakai sebagai antidotum spesifik, tetapi kemungkinan bertambah beratnya
obstruksi bronkial perlu diperhitungkan, dan dosisnya harus disesuaikan dengan
teliti pada pasien yang menderita asma bronkial.
PERHATIAN:
Pemakaian
ALUPENT oral pada pasien dengan infark miokard baru dan/atau kelainan jantung
organik yang berat atau kelainan vaskuler terutama dalam dosis yang melebihi
dosis yang dianjurkan hanya dapat diberikan atas petunjuk dokter. Seperti pada
obat simpatomimetik lainnya, ALUPENT harus diberikan dengan hati-hati pada
pasien dengan hipertensi, penyakit arteri koroner, kegagalan jantung kongestif
dan diabetes. Terutama diperhatikan pada penderita diabetes tidak stabil. Obat
bronkodilator simpatomimetik lainnya sebaiknya tidak diberikan bersama-sama
dengan ALUPENT kecuali atas
KEMASAN:
Tablet
20 mg
Dus
berisi 10 strip @ 10 tablet
HARUS
DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh:
PT.
BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA
Bogor,
Indonesia
Dengan lisensi dari:
BOEHRINGER
INGELHEIM INTERNATIONAL GMBH
Ingelheim
am Rhein
JERMAN
No.Reg.
DKL0133700910A1
71039/0501
Simpan
pada suhu 25-30°C, dalam wadah tertutup rapat. Simpan di tempat yang aman,
jauhkan dari jangkauan anak-anak.
AMBROXOL
KOMPOSISI :
Tiap
tablet mengandung Ambroxol 30 mg
INDIKASI :
Sebagai
sekretolitik pada gangguan saluran napas akut dan kronis khususnya pada
eksaserbasi bronkitis kronis, bronkitis asmatik, dan asma bronkial
KEMASAN & NO REG. :
10
strip @ 10 tablet, GKL 0407115510A1
PABRIK :
FIRST
MEDIPHARMA
ACCOLATE
GENERIK :
Zafirlukast.
INDIKASI :
Pencegahan
& pengobatan jangka panjang asma pada orang dewasa & anak-anak yang
berusia 12 tahun ke atas.
KONTRA INDIKASI :
Riwayat
gangguan ginjal dengan tingkat keparahan sedang atau berat, gangguan hati atau
sirosis, Anak berusia kurang dari 12 tahun, Aspirin, Eritromisin.
PERHATIAN :
Kehamilan,
menyusui dan Pasien berusia diatas 65 tahun.
EFEK SAMPING :
Sakit
kepala, gangguan pencernaan, memar, kelainan perdarahan, reaksi hipersensitif.
KEMASAN :
Tablet
20 mg x 2 x 14 biji.
DOSIS :
2
kali sehari 20 mg.
ASMASOLON
KOMPOSISI :
Efedrin
HCl..................... 12,5 mg
Teofilin
anhidrat................ 130 mg
INDIKASI :
Asma
bronkhial, bronkhitis asmatik, bronkhitis kronis dengan emfisema, bronkhospasme
emfisematosa, asma akibat rinitis alergi.
KONTRA INDIKASI :
Hipertiroidisme,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskular (jantung danpembuluh darah), glaukoma
sudut tertutup, pembesaran prostat, Ulkus peptikum, Penggunaan bersama dengan
MAOI (penghambat mono amin oksidase), Pasien dengan hipoksemia (keadaan kadar
oksigen darah yang menurun), gangguan ginjal dan hati, Kehamilan, menyusui, Anak-anak
& lansia.
INTERAKSI OBAT :
efek
Efedrin dihilangkan oleh Guanetidin, Metildopa, Reserpin, efek yang menekan
efek Asmasolon dipertinggi oleh obat-obat penghambat mono amin oksidase, Xantin
dapat meningkatkan rangsangan pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
simpatomimetik dan ekskresi Lithium dan Fenitoin, Xantin dan ß-bloker saling
mengantagonis.
EFEK SAMPING :
Mual,
muntah, diare, sakit kepala, insomnia (sulit tidur), berdebar, takhikardia,
aritmia ventrikular.
KEMASAN :
Tablet
25 x 4 biji.
DOSIS :
•
Dewasa : 3-4 kali sehari 1-2 tablet.
•
Anak-anak : ½-1 tab sampai dengan 2 kali sehari.
PABRIK :
Probus
E. Daftar Pustaka
Anonim.
(2011). Sekilas Tentang Penyakit Asma. Diakses : 9 Desember 2012.
http://majalahkesehatan.com/sekilas-tentang-penyakit-asma/
Cunningham,
Gary. 2003. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw-Hill Companies : USA.
Harkness,
Richard. (1989). Interaksi Obat. Penerjemah : Goeswin Agoes dan Mathilda B.
Widianto. Bandung : Penerbit ITB. Hal.31-39.
Neal,
M.J. (2006). At a Glance : Farmakologi Medis. Edisi kelima, Penerjemah :
Juwalita Surapsari. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal. 28-29.
Tjay,
Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta
: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal.638-639.
Subscribe to:
Posts (Atom)